Sunday 28 November 2100

PRAKATA DULU :-)

Banyak terjadi perubahan di hidup gue selama gue memiliki blog ini. Mulai dari pengalaman manis, buruk, sampai pengalaman yang udah merubah kepribadian gue 360 derajat berbeda. Sewaktu gue memposting di blog ini, gue masih kelas 2 SMA sampai saat ini gue masih aktif menulis di blog.
Oke lanjut,
Proses postingan blog gue ini cukup bikin gue tepar. Soalnya ada1 postingan yang gue tulis ditengah-tengah gue diteriain nyokap suruh cuci piring. Tapi ada juga yng gue tulis pada saat gue berada disekolah, setelah putus cinta, galau lalu ngambang, kena php, ada 1 postingan yang lain pas Sapto (adik gue) lagi gue berdayakan untuk pijitin gue.
Dan blog ini sengaja gue buat karena terinspirasi dari seseorang penulis buku nofiksi komedi dan salah satu comica senior - Raditya Dika. Tapi semenjak gue kenal bang dika lebih dalam, ternyata bang dika punya adik yang different banget sama dia namanya Edgar Nasution. Akhirnya gue lebih memilih Edgar kebanding abangnya. Eh tapi, semua inspirasi berawal dari bang dika. Gue harap kalian suka dengancerita absud di etiap postingan gue.
Oke cukup smpai sini aja basa-basinya, udah dulu ya guemau cuci piring dulu.
Salam Absurd :-)

Monday 11 November 2019

Squidward dan Jutaan Karyawan

Pertanyaan yang masih terbayang-bayang dipikiran saya saat ini adalah "Kenapa Squidward bekerja di Krusty Krab, padahal dia gak suka sama pekerjaannya ?"


Well, saat saya mendapati pertanyaan ini, jawaban yang terlintas dipikiran saya adalah betapa cerdasnya Stephen Hilenburg dalam menyindir jutaan karyawan atau pekerja yang tidak menyukai pekerjaannya. Mereka hanya bisa mengeluh, marah-marah dan tidak menikmati pekerjaannya meskipun mereka bergelimang uang. Why do a lot of people work in jobs that they don't like, and why don't they do anything to change it ?


Salah satu artikel yang bisa saya temukan terkait tidak menikmati pekerjaan ini adalah ini 

I Spent 15 Years Studying Why People Hate Their Jobs. This Is the Top Reason

Dalam salah satu tesisnya, dijelaskan bahwa penyebab pekerja membenci pekerjaannya adalah karena mereka kecanduan dengan pujian. Di artikel itu dijelaskan dengan istilah Praise Addiction.

Orang dengan Praise Addiction adalah seseorang yang kecanduan pada insentif, penghargaan, dan hal-hal yang memotivasi dari sisi ekstrinsik atau di luar dari diri sendiri.
Masalahnya, motivasi ekstrinsik ini telah dilatih dan dibangun sejak masa pendidikan dan sekolah. Ingat bagaimana ketika kita menjadi siswa/i dan harus berlomba untuk mendapatkan penghargaan. Bahkan saat ini sistem sosial kita juga bergantung pada hal ini, likes, dukung jawaban, retweet dan sebagainya yang dijadikan alat ukur kesuksesan.


Kaitannya dengan Squidward adalah, ia menurut saya ingin mendapatkan apresiasi tersebut dari hobinya sebagai pemain klarinet atau seniman. Hanya saja ia tidak benar-benar berani untuk mengejar mimpinya (ya, beberapa kali dia memang berusaha memenangkan lomba). Sehingga berakhir dengan harus bekerja untuk Mr. Krabs, bos yang memang menyebalkan.


Berapa banyak dari kita yang relate dengan kasus seperti ini?
Tapi ada hal yang saya senangi dari Squidward saat di luar pekerjaannya. Ia tahu apa yang dia inginkan dengan dirinya sendiri.
Lalu apa yang bisa dilakukan Squidward? Ada dua yang sepertinya ia bisa lakukan.


  1. Mulai berdamai dengan pekerjaannya dan harus mampu menemukan motivasi dari dalam diri sebagaimana ia selalu berusaha untuk mengejar impiannya sebagai seniman.
  1. Keluar dari pekerjaannya dan mulai mengejar impiannya untuk menjadi seniman. 
  1. Opsi ini terdengar seperti mudah tetapi nyatanya tidak hanya Squidward, jutaan orang lainnya juga bertahan dengan pekerjaan yang dibencinya karena alasan-alasan yang tidak tepat.
Catatan Kaki
[1] Stephen Hillenburg - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas[2] How a 'Praise Addiction' Can Really Mess Up Your Career[3] The Ten Worst Reasons To Stay In A Job You Hate

Sunday 27 January 2019

Sejak Kapan Kita Pertama Kali Bertemu ? hehehe..

Terdengar klasik ketika kita mendengar cerita persahabatan antara dua lawan jenis, atau laki-laki dan perempuan. Menurutku itu hal yang wajar. Bahkan aku, lebih banyak memiliki teman-teman pria daripada wanita. aku akui, berteman dengan pria cukup menyenangkan. mereka jarang sekali baper ( bawa perasaan ) ketika sedang mengobrol sambil menyindir, atau secara langsung mengejek. Berteman dengan teman-teman pria itu jauh dari kata jaim ( jaga image atau gengsian ) ketika kami sedang berkumpul ditempat umum. Berbeda dengan wanita, pria jarang membicarakan hal yang tidak penting, seperti bergosip. Sejujurnya ketika aku sedang berkumpul dengan beberapa temen perempuan, aku malah lebih banyak untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. terkadang ikut menyambung pembicaraan, tapi yang aku rasa pembahasan mereka pasti selalu sama. Tapi, bukan berarti aku ini suka dengan banyak pria. Mereka yang sudah berteman denganku, akan tetap aku anggap sebagai sahabat-sahabatku, daripada mencampuri mereka dengan peliknya perasaan cinta. Tapi..ketika tiba-tiba kamu mulai memiliki benih perasaan cinta kepada sahabat priamu, ketahuilah..kamu akan kehilangan dua hal : sosok sahabat dan orang yang kamu sayang. Ketahuilah, ada dizona friendzone itu benar-benar perih. Mungkin saja, persahabatan kamu dan dia sejak saat itu akan berantakan, atau kalian akan canggung dan pada akhirnya akan jarang bertemu karena sudah mengetahui perasaan satu sama lain. Perih bukan ? jadi, bijaklah dalam mengatur perasaan ya, puan.

PHOTO BY : HIPWEE
https://www.hipwee.com/list/20-hal-yang-wanita-rasakan-ketika-bersahabat-dengan-pria


Sejak kapan pertama kali bertemu ?
Baik, seperti ini ceritanya.

Aku pernah memiliki teman perempuan yang naksir berat dengan anak laki-laki di satu sekolah. Katanya parasnya enak dilihat. Sejak saat itu, temanku jadi rajin sekali masuk ke sekolah. padahal dia itu suka bolos dan setiap kali ada PR dia selalu meminta contekan. sejak temanku bertemu anak laki-laki itu, tiba-tiba dia menjadi sangat rajin. Entahlah, mungkin ada sesuatu yang menguasai tubuhnya untuk bisa menjadi anak yang baik agar cepat-cepat disadari oleh anak laki-laki itu.

Hingga waktu mulai berjalan sangat cepat.

Aku bertemu lagi dengan anak laki-laki yang pernah ditaksir dengan teman perempuanku beberapa tahun lalu. Kami memiliki kesamaan yang sama. Yaitu sama-sama berjuang mencari jati diri ditengah hiruk pikuk Ibukota. kemudian Kami saling bertukar kontak telpon. Jaman yang sudah cukup canggih dengan teknologi smartphone, membuat kami tidak memiliki kesulitan untuk berkomunikasi. Kami suka video call, itu sangat menyenangkan karena bisa melihat wajah dan garis senyum satu sama lain, sungguh.
aku ingat, saat aku membuatkannya video singkat ucapan untuk ulang tahunnya yang ke 21 atau 22 (maaf aku lupa hehehe) dan dia cukup senang. aku ingat, ketika kami menelpon dengan waktu yang cukup lama, mulai dari membicarakan rutinitas hari itu, atau dimalam yang membuat kami sulit tidur.

Saat itu aku merasa kami akan menjadi sahabat yang baik. Dia sangat perhatian, dan sedikit humoris. Terkadang dia dingin, dan yang sisi yang aku kagumi. dia tidak pernah marah sama sekali denganku. Dia, sahabat pria yang baik.

waktu terus berjalan, komunikasi kami jadi semakin intens. begitu banyak hal yang kami lewati saat itu. perihnya dunia kerja, seketika hilang karena ada dia yang menghibur. Setiap jam makan siang kami selalu mengingatkan. hal-hal kecil yang sepele pun terlihat manis saat itu.

Lalu aku menyadari kalau perasaan lebih yang tumbuh disana. "rasanya kok, perhatiannya melebihi pacar ya ?" Aku mengakui saat itu masih memiliki status yang tidak jelas dengan pria lain (PDKT yang tidak berujung jelasnya). Jadi, aku masih belum terlalu peduli tentang perasaan. aku saat itu yang masih mempertimbangkan. Bukan aku ingin keduanya. Percayalah, ini rumit. Aku takut ketika salah memilih, untuk itu aku seketika berubah menjadi orang yang suka berpikir keras hanya untuk memikirkan dengan siapa aku akan berjalan beriringan sampai waktu yang ditentukan oleh semesta. Terlihat mudah namun sulit dilakukan. Walupun ketika aku memilih salah satunya, aku akan berdosa karena telah menyakiti dua orang. yaitu orang yang tidak aku pilih dan diriku sendiri. Aku pasti akan akan ikut terluka dan menyesal ketika menolak salah satu diantara mereka, Dilema mental bukan ?

Aku memutuskan untuk memilih pria yang telah lama dekat denganku, daripada dengan dia, sosok sahabat priaku. Sejujurnya aku hanya ingin mencoba konsisten dengan satu perasaan, tapi entahlah kenapa Tuhan memberiku kemampuan untuk bisa menyukai lebih dari satu perasaan ? Atau, aku terlalu memaksakan diri ? Apa aku kurang tegas ?


"sekarang ku coba sendiri. karena tak bisa ku memilih"
Acha Septriasa - Keputusan Hati ( https://www.youtube.com/watch?v=A4jKki3aPwM )


Setelah kejadian itu, kami jadi jarang berkomunikasi, sampai akhirnya waktu semakin berlalu di iringi dengan sosok sahabat priaku yang juga ikut berlalu dan tidak terlihat, lagi. dan bodohnya, aku baru menyadari bahwa ada rasa yang aku punya belum menemui ujungnya. Tapi ya sudah..sosok itu hilang dan mungkin tidak akan pernah menemuiku kembali. aku akan simpan rasa ini baik-baik sambil mengingat hal manis dan ke idiotanku karena mengecewakan orang yang seharusnya tidak akan aku kecewakan.

Kami menjalani rutinitas hidup masing-masing. Tanpa tegur sapa seperti dulu, Kami sudah tidak pernah berkomunikasi sama sekali. sesekali aku scroll ulang chatting history kami. "kok manis ya ?" kataku sambil tersenyum sendiri membaca bubble text satu persatu. aku larut dalam kesepian ditengah malam sabtu abu-abu, sampai tanpa sadar pipiku membasah karena mengingat kami pernah sedekat nafas dan jauh seperti semesta karena kesalahanku sendiri. "dia maafin aku tidak ya ?". Walaupun yang aku rasakan, dia tetap menjadi pribadi yang hangat dan mau mendengarkan keluh kesahku, bahkan dengan pria lain saat itu. 


"maafkan aku tak pernah mendengar. maafkan aku tak pernah melihamu pergi.."
The Overtunes - Berlari Tanpa Kaki
https://www.youtube.com/watch?v=d76fCeDZ8Vw


Hingga akhirnya, untuk saat ini aku memilih untuk sendiri. Bukan sudah trauma dengan rasa cinta, tapi aku sedang mencoba memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik. mengingat dosa-dosaku kepada orang-orang yang sudah peduli terhadapku, tapi malah aku abaikan membuatku ingin mulai belajar lagi bagaimana cara untuk menghargai perhatian yang tulus. Banyak aspek hidup yang harus aku pelajari termasuk menjadi manusia yang peka dengan segala sesuatu.

Dan aku ingin meminta maaf. Maaf aku masih memiliki perasaan yang sama seperti tiga tahun lalu. Tapi tenang saja, aku sebisa mungkin akan membuat perasaan ini tidak terlihat oleh siapapun. Tapi, jika kamu membutuhkanku, datang saja. Aku akan mencoba mendengarkan keluh kesah, menasehatimu, dan menjadi sahabat yang baik seperti yang kamu lakukan. Hai Sahabat priaku, Apakah itu terlihat mustahil ?

28 Januari 2019


Sahabat Perempuanmu

Anggit
















Saturday 2 September 2017

Kepada Calon Imam yang Masih Dirahasiakan Tuhan, Semoga Kita Segera Dipertemukan

Calon imamku di masa depan. Apa kabar kau disana? Semoga Allah selalu menjaga dan melindungimu, memudahkan segala urusanmu dan mempercepat tujuanmu untuk menujuku. Untukmu yang sedang memperbaiki diri semoga kau ingat dengan Allah

Calon imamku, ketahuilah. Jika kau nanti menemukan wanita pujaanmu, wanita yang selama ini selalu kau pinta dalam do'a. Dia wanita terbaik yang telah dipilihkan oleh Allah untukmu, walaupun masih banyak wanita yang lebih baik darinya menurutmu, tetapi wanita itu yang telah terpilih untukmu dari Allah.

" Dia wanita yang saat ini juga sedang sibuk memperbaiki diri. Wanita yang sedang istiqomah dengan hijabnya, wanita yang sedang mempersiapkan segala sesuatu untuk mendampingimu kelak. Dia yang membuat jantungmu berdetak lebih cepat dari biasanya. Karena Dia, Kau menunjukkan bukti cinta dengan membuat perjanjian yang sakral didepan Allah ".

Dia yang setelah peristiwa sakral itu, ketika tanganmu dan tangannya saling menggenggam maka dosamu dan dosanya jatuh disela jari tangan kalian. Dia yang memandangmu, dia yang menyenangkanmu. Dia yang patuh dan mencintaimu sepenuh hatinya, dia yang mau menjadi pelengkap agamamu dan mau mendampingimu menuju jannah-Nya.

Monday 27 February 2017

Beberapa Hal yang Aku Takutkan yang Mungkin Ku Temui di Masa Depan

Namanya waktu akan terus berputar, tidak peduli siapa kau, sebaik apa kau atau seburuk apa kau, waktu cukup adil memberi setiap kesempatan kepada tiap-tiap manusia di dunia ini, karena setiap manusia diberi waktu 24 jam dalam sehari, tidak bisa kurang dan tidak bisa lebih. Semua memang ada masanya,
ada masanya ketika aku bisa bermain sepuas-puasnya dan sama sekali tak peduli bila waktu terus berjalan.
Ada masanya, ketika aku mengenal seseorang yang sebelumnya asing bagiku tetapi malah memberi rasa kenyamanan sama seperti ketika aku bertemu keluarga ku dan ada pula masanya,
ketika aku mengenal sebuah tanggung jawab akan perbuatan yang telah aku perbuat.
Setiap masa selalu menuntut akan sebuah perubahan, baik perubahan fisik maupun perubahan pola pikir dan aku mustahil untuk mencegahnya. Sekarang saja, aku masih tak menyangka bila aku telah beranjak dewasa. Sama seperti perubahan, datangnya mimpi beserta angan-angan masa depan tak bisa aku hindarkan.
Masa depan, masa yang kelak pasti aku temui. Banyak yang bilang, jika masa depan itu indah, penuh gegap gempita karena adanya harapan-harapan, memang begitu indah bila melihat diriku di masa depan seperti yang aku angankan. Tetapi sama seperti lainnya, aku takut akan masa depan. Aku takut, bila nanti bertemu dengan hal-hal yang harus aku hadapi di masa depan.
Karena aku adalah jiwa yang selalu ingin lebih, maka aku ingin mencoba semua hal-hal baru yang belum pernah aku temui. Sehingga aku memutuskan untuk aktif bertemu lingkungan-lingkungan baru, mengikuti berbagai kepanitiaan, komunitas atau organisasi, karena dari sana aku bisa mengintip luasnya dunia dari ilmu serta pengetahuan yang aku dapat lewat ikatan pertemanan baru. Tetapi karenanya aku juga dibuat takut, karena bila banyak mengikuti kegiatan, membuat aku tak bisa untuk memprioritaskan mana yang lebih penting dari semua kegiatan yang telah aku pilih dan akhirnya aku melalaikan sebuah tanggung jawab.
Menyesal pun ada, setiap tidak bisa menuntaskan sebuah tanggung jawab, karena siapa toh yang ingin mengecewakan teman?
Bertemu dengan teman-teman serta lingkungan baru sering membuatku merasa nyaman, sehingga aku tak sadar bila waktu yang aku punya telah aku habiskan bersama mereka. Karena waktu dan kepercayaan yang telah aku berikan kepada mereka, aku pun tak sadar bila perbuatan serta perkataanku telah mengikuti mereka dan sering pula aku memilih dan merencanakan sesuatu hal karena mereka. Akhirnya, aku menyadari jika lingkungan itu telah mengubahku menjadi pribadi yang jauh berbeda dari yang dulu, yakni menjadi pribadi baru.
Perubahan yang tak bisa aku hindarkan itu membuatku takut. Aku takut bila lingkungan itu membuat perencanaan masa depanku kabur karena aku hanya terombang-ambing oleh sebuah asumsi semu dari mereka. Bisa jadi, apa yang aku anggap benar ternyata salah, bisa jadi yang aku anggap salah ternyata benar, ya semua itu karena lingkungan. Aku takut masa depan serta cita-citaku hancur karena mereka.
Ada masanya, ketika aku begitu menggebu untuk mengejar mimpi serta angan-anganku, teman dan keluarga menjadi semangat tambahan. Senyum dari merekalah yang membuatku yakin, aku bisa mengejar gegap-gempitanya masa depan. Lalu, segala perjuangan pun aku lakukan untuk mengapai mimpi-mimpi itu. Aku kian menjadi pribadi yang begitu bersemangat, menjadi pribadi yang tak kenal menyerah, tak peduli oleh orang lain yang mencibir serta meremehkanku.
Tekadku bulat kala itu, yakni menjemput masa depan yang penuh gemerlap, kadang pula di tengah perjalanan aku korbankan suatu hal aku miliki, waktu, kepercayaan, materi, semuanya aku korbankan semata-mata untuk sebuah impian. Aku benar-benar menjadi pribadi yang rakus akan masa depan dan telah menjadi pribadi yang terhasut oleh perkataan mereka; bila perjuangan memerlukan pengorbanan. Tetapi ada suatu masa ketika perjuangan, pengorbanan, dan semua langkah hebat yang telah aku susun rapi bukannya mendatangkan kesenangan melainkan hanya kesedihan.
Pada saat itu aku tahu. Bila mimpi dan angan-angan harus mulai aku tepikan, karena bukannya aku menyerah tetapi aku memilih untuk berdamai dengan diri sendiri, agar hati ini tidak kian sakit oleh harapan yang tak bisa terkejar lagi. Aku takut bila hal itu aku temui di masa depan.
Setiap lingkungan baru selalu mengantarkan orang-orang baru. Ada yang singgah begitu lama, tetapi ada pula yang begitu cepat memutuskan pergi. Mungkin hidup hanya perihal datang dan pergi, datang lagi atau pergi dan tak pernah kembali. Nantinya masa depan pun akan seperti itu, entah di lingkungan kerja, lingkungan sosial, pertemanan, semuanya adalah hal yang hanya beda nama, yakni selalu mendatangkan orang baru. Kadang mereka datang membawa kebahagiaan, siap tuk dibagikan kepadaku, mereka membuat rasa nyaman, tentram dan tawa.
Semua yang datang bagiku adalah paket lengkap yang tercipta khusus untuk aku. Tetapi hidup tidak melulu tentang kesenangan bukan? Ada teman yang membagi suka, tetapi ada pula yang membagi duka. Ada teman yang membuat bahagia, ada teman yang membuat sengsara. Ada. Satu di antara teman yang membuat duka dan sengsara adalah teman yang pura-pura baik atau sering ku bilang “fake smile”, aku tak suka. Tapi pasti, ada orang yang datang penuh riang kepadaku, tetapi ada mau. Ada teman yang aku kira baik, tetapi di belakang membuat sakit. Ada. Dan aku takut teman seperti itu. Semoga aku dan kalian tidak.
Hidup tidak lain hanyalah tentang perkara memilih, ketika aku sedang anak-anak, aku memilih untuk meneruskan sekolah di bangku sekolah dasar. Tamat di sekolah tersebut aku melanjutkan di jenjang berikutnya, sekolah menengah pertama dan akhirnya menamatkan masa-masa berseragam di sekolah menengah atas atau lazim kalian menyebutnya SMA. Ketika itu, aku tidak berpikir panjang untuk bersekolah di SD, SMP atau SMA. Bahkan, sebagian besar pilihan yang aku putuskan tidak jauh dari intervensi kedua orang tua, ayah dan ibu.
Tapi esok hari, ketika telah menamatkan masa-masa sekolah dan berujung di kehidupan profesional, aku lebih berhati-hati dalam memilih. Selain karena ibu dan ayah ku tidak lagi ikut campur tentang perkara memilih, aku takut jika pilihan ku salah dan yang kedua pilihan yang aku pilih sepenuhnya menjadi tanggung jawabku. Aku takut, jika pilihan yang aku pilih malah membuat diriku tidak berguna. Jika pilihanku tidak membuatku senang, malah membuatku sedih, jika pilihanku tidak sesuai idealisku atau jika semua yang aku pilih telah membuang waktu berhargaku dan semua berakhir dengan kekecewaan.
Seiring berjalannya waktu, aku akan bertemu dengan banyak orang baru dan lingkungan baru yang sering menuntutku untuk melakukan penyesuaian menjurus "mengubah diri sendiri". Termasuk dengan pekerjaan yang menuntutku untuk menjadi "orang lain" atau aku yang berubah hanya karena ingin meraih predikat pertemanan dengan teman-teman sebayaku. Aku yang dulu periang, dituntut untuk tegas dan tidak murah senyum. Aku yang dulu suka berbagi, kini dituntut menutup diri. Aku yang dulu tidak pernah merogoh kocek dalam untuk sesuap nasi, kini mengeluarkan uang saku 1 bulanku untuk makan siang.
Aku takut, bila pergaulan mengubah diriku menjadi sosok lain yang tak pernah aku kenal sebelumnya, aku takut bila menjadi bukan diri sendiri.

Sunday 26 February 2017

Jangan Mengejarku Untuk Menjadi Pacarmu, Aku Lebih Ingin Menjadi Ibu Dari Anak-Anakmu Kelak

Jika boleh jujur, kaki ini sudah lelah berjalan menjajal tanah yang berbeda. Jemariku juga mulai jengah digenggam tangan yang tak sama. Sudah tidak lagi kubutuhkan kencan romantis di malam Minggu atau kejutan anniversary berupa bunga di depan pintu.
Sebab kini, masa depan jauh lebih penting dari semua simbol-simbol itu.
Jika memang rasa kita bermuara pada titik yang sama, bolehkah kuminta satu hal saja padamu? Tolong jangan pinta aku untuk menjadi pacarmu, sebab wanita yang satu ini jauh lebih ingin menjadi ibu dari anak-anakmu.
Drama tak penting dalam cinta sudah khatam kita alami sebelumnya. Bersamamu, bolehkah kujalani cinta yang lebih dewasa?
Kita sudah sama-sama cukup mapan sebagai manusia. Aku tidak bicara soal rumah, mobil, deposito dan segala turunannya. Sebab kini kutahu perjalanan hidup tak melulu soal itu saja.
Kamu dan aku adalah dua orang manusia yang sudah khatam dengan segala drama cinta. Tidak bisa move on sekian lama, menyalahkan diri sendiri karena kebodohan jatuh cinta pada orang yang salah sampai sempat menghentikan langkah karena hati yang terlalu berdarah.
Tapi kita berdua juga sama-sama pejuang yang berhasil mengalahkan hati sendiri. Kamu bangkit meski pun kini mungkin saja hatimu tidak utuh seperti dulu lagi. Aku memutuskan berjuang kembali, sebab konyol sekali jika hanya karena urusan hati aku menyesal sampai mati.
Kita jelas bukan dua orang dengan sejarah manis dalam urusan perasaan tapi bukankah justru lewat kesakitan kita banyak belajar?
Aku bukan lagi gadis kecil yang merengek minta diantar pulang. Kini lebih kuingin kita berbaring sembari berbagi remang.
Buat apa kamu antar jemput aku jika pada akhirnya kita harus terpisah di dua kamar berbeda? Padahal, usap dan pendampinganmulah yang membuatku merasa kembali punya daya. Bagimu, bukankah juga berlaku hukum yang sama? Katamu celoteh ceriwisku membuat matamu terjaga, demi merampungkan pekerjaan yang masih terbawa.
Sebab itu, tolong hentikan upayamu mengajakku pulang bersama atau menawarkan tumpangan sepulang kerja. Aku bukan lagi gadis remaja yang bisa luluh hanya karena ada pria yang tampaknya ingin selalu bersama.
Sudah tak lagi ingin kutemukan ada pria yang menanti di depan pintu, bersabar menunggu dalam penampilan terbaikku. Aku juga tidak lagi butuh dimanjakan dengan makan di tempat fancy terbaru pun jalan-jalan ke mall di malam Minggu.
Buatku, tak ada yang lebih indah dari bisa pulang ke rumah yang sama. Mengakhiri hari lelah berdua, saling mengusap bahu dan punggung yang pegal sebab tegak terlalu lama. Kita akan menggelar kencan mesra di atas satu bantal yang sama.
Kepalamu merapat ke leherku, sejenak meletakkan beban yang terlampau berat disitu. Tanganku merengkuh lingkar perutmu, merelakan diriku jadi tanah liat dalam lentiknya jemarimu.
Di tengah dunia yang makin tak waras dan tanpa batasan, bersama akan kita bangun hidup dalam tudung kewajaran.
Tanpa perlu meminta restu pada orang tua, menyelenggarakan perhelatan yang membuat kita sakit kepala —sebenarnya seluruh fasilitas khas orang dewasa sudah bisa kita rasa. Tanpa ada orang yang peduli dan mengomentari ini itu. Dunia memang sudah gila untuk membiarkan hal-hal di luar kewarasan bergulir tanpa batasan.
Tapi Sayang, biarlah itu menjadi masa lalu. Seiring berjalannya waktu, bukankah kamu dan aku sepakat bahwa kewajaranlah yang memberikan kenyamanan?
Selip tangan di balik baju, cium-cium kecil di tempat umum setiap kita mau —tak mampu memberikan ketenangan itu.
Semua yang sudah dilewati dahulu membuka mataku dan matamu bahwa ini bukan cuma perkara merelakan tubuh dan mendedikasikan waktu. Ada yang lebih besar dari dua hal sepele itu.
Kita dipertemukan tidak hanya untuk melebur mimpi dan cair tubuh menjadi satu. Ada tanggung jawab demi membangun peradaban baru. Membentuknya lewat arahanmu, kemudian membesarkannya lewat tanganku.
Kuharap kamulah yang menggenggam tangan saat perut mulai membesar. Jadi orang pertama yang kubangunkan setiap mahluk kecil itu mulai menendang.
Sungguh, tidak terbayangkan bisa kukatakan permohonan ini sekarang. Gadis yang dulu sangat percaya pada kebebasan justru kini menginginkan menetap di satu perhentian. Tapi memang tidak ada skenario yang lebih dari ini. Menjalani hari-hari biasa bersamamu, bercinta dengan malas-malasan setiap pulang, lalu saling mengeluarkan unek-unek yang terpendam seharian.
Kuharap, kamulah orangnya. Semoga tawa bahagiamulah yang bergetar di gendang telinga setelah test pack kesekian kita menunjukkan dua garis merah di atasnya. Kuharap pundakmulah yang kutemukan, saat kebahagiaan paripurna sebagai wanita kuluapkan.
Tidak ada orang lain yang lebih kuharapkan menggenggam tangan sewaktu perutku mulai membesar dan badanku tampak tak proporsional. Kuharap kelak kamu cukup sabar meyakinkan bahwa tubuhku tidak tampak seperti balon besar berisi gas helium yang siap terbang.
Dalam malam-malam penuh tendangan, tidak ada yang lebih ingin kubangunkan selain dirimu, pria yang membawaku ikut serta dalam upayanya membangun masa depan. Dia yang dengan bangga kukenalkan sebagai “Ayah” dari anak-anak yang kelak akan kulahirkan.
Kuminta kamu berhenti bukan karena tidak ingin didampingi. Tolong biarkan aku masuk dalam hidupmu lewat peran yang lebih penting —nantinya.
Maka, kumohon Sayang, berhentilah sekarang. Tidak perlu kamu hujani aku dengan rayuan atau pun hadiah bahkan perhatian yang kamu anggap bisa menenangkan. Pendampingan dalam status “hanya pacar” bukanlah sesuatu yang bisa kubanggakan. Kini, ada yang lebih penting untuk dilakukan.
Kuminta, bersabarlah. Bekerjalah lebih keras mulai sekarang. Bukan cuma soal mengisi tabungan tapi juga mempersiapkan diri untuk menjadi panutan. Sebab kelak, ada nyawa-nyawa baru yang akan menjadikanmu idola nomor wahid dalam kehidupan. Lepaskan aku sekarang. Izinkan aku menempuh jalan sendiri untuk berkembang. Kelak, ingin kumasuki kehidupanmu dengan peran yang membuat senyum mengembang.
Akan kuabdikan diriku, kuberikan seluruh kesetiaanku, kuserahkan akses ke semua lekuk tubuhku —agar kamu bisa membuatku menjadi seseorang yang dipanggil “Ibu” oleh anak yang lahir dari benihmu.
Aku sungguh ingin kamu dampingi.
Hanya saja dalam ikatan yang lebih pasti, nantinya.

Sunday 25 September 2016

Ingat, ini tentang "Kita"

Aku perlahan lahan mulai sadar. Mulai sadar tentang apa yang kita jalani selama ini. Entah ini hanya perasaan burukku saja atau memang ini benar adanya.
Kita menjalin sebuah hubungan. Hubungan yang kita harap bisa menjadi indah nantinya.
Iyaa, kisah ini indah di awal. Dan semakin tak karuan disaat kita lalui dalam waktu yang lama
.
Kita, sepasang kekasih yang saling mencintai. Mencoba menyatukan dua hati yang berbeda.
ya.. sepertinya aku salah, bukan saling. Tapi hanya ada salah satu yang mencoba berjuang. Berjuang untuk menyatukan hati yang berbeda ini. dan akulah yang merasa hanya bertahan dalam hubungan ini.

Kamu, sikap dingin yang kamu berikan setiap hari membuatku merasa tak pernah ada.
Kamu, sikap acuhmu yang kamu berikan setiap hari membuatku merasa tak pernah dianggap.
Apakah dua orang yang sedang menjalin sebuah hubungan percintaan seperti ini adanya ?
Tidak.

"Ini kisah bukan hanya tentang kamu ataupun tentang aku saja. Ini kisah tentang kita. Tentang aku dan kamu."

Kamu tau ? setiap aku membuka mata, kamu orang yang selalu aku ingat. Tapi kamu ?
Sepertinya kamu tak pernah mengingatku. Kamu terlalu asik dengan duniamu, tanpa memikirkan aku menunggu kabar darimu. Kamu, Menyapaku saja tidak, apalagi mengucapkan selamat pagi untukku. Itu hal yang sangat mustahil untuk kau lakukan.
Aku selalu berfikir, seperti inikah menjalin hubungan denganmu? Yang tak pernah mau menyapa ataupun mengingatkanku akan hal-hal kecil seperti mengingatkan makan ?
Bukan, aku bukan menginginkan cara berpacaran seperti para ABG yang setiap detik harus terus memberi kabar. Aku hanya ingin kamu menganggap aku ada, dan mengingat keberadaanku. Hanya itu. Bukankah itu permintaan yang sangat mudah priaku ?
Ingatlah, ini tentang "Kita".
Kita yang bukan hanya saling sayang, tapi juga saling 'butuh'.
jangan pernah ragu untuk meminta tolong terhadapku. Tapi aku gak pernah memintamu untuk selalu berada disampingku 24 jam.
Aku gak pernah memintamu untuk selalu mengirimkan pesan untukku.
Tak pernah. Aku hanya memintamu untuk selalu ingat aku, mengingat bahwa aku ada dalam hidupmu.
Hanya itu ~